Tokusatsu adalah genre hiburan Jepang yang menampilkan aksi heroik, efek khusus, dan kostum mencolok. Kita mengenal Tokusatsu dari serial seperti Kamen Rider, Super Sentai (Power Rangers versi Jepang), dan Ultraman. Walaupun punya basis penggemar yang kuat di seluruh dunia, ternyata genre ini tidak luput dari kritik. Di balik ledakan dan aksi keren, ada masalah yang terus berulang. Apa saja itu? Yuk kita bahas dengan cara yang santai tapi tajam!
1. Pola Cerita yang Terlalu Repetitif
Sebagian besar serial Tokusatsu menggunakan formula cerita yang sama dari tahun ke tahun. Tokoh utama mendapatkan kekuatan, muncul monster mingguan, bertarung, lalu menang. Ini membuat beberapa penonton merasa jenuh karena bisa menebak alurnya bahkan sejak episode pertama.
Misalnya, dalam Kamen Rider Revice (2021) dan Kamen Rider Geats (2022), struktur "monster of the week" tetap digunakan. Meskipun ada twist narasi, polanya tidak jauh berbeda dengan Kamen Rider era sebelumnya seperti Kamen Rider Ryuki (2002) atau Kamen Rider Den-O (2007). Bahkan di forum penggemar seperti Reddit r/KamenRider, banyak yang mengeluh soal cerita yang makin mudah ditebak dan terlalu banyak gimmick.
2. Kualitas CGI dan Efek Khusus yang Tidak Konsisten
Untuk genre yang menjual efek visual, kualitas CGI Tokusatsu kadang terlihat “murahan” jika dibandingkan dengan produksi internasional seperti Marvel atau bahkan film Korea terbaru.
Contoh yang cukup disorot adalah dalam serial Ultraman Trigger (2021). Banyak penonton mengeluhkan efek CGI monster yang terlihat kaku dan background digital yang tidak realistis. Komentar negatif ini banyak muncul di YouTube resmi Tsuburaya dan forum diskusi Tokunation.
"CGI-nya seperti dari PS2 era..."– Komentar penggemar di episode ke-5 Ultraman Trigger di YouTube.
3. Minim Representasi Karakter Wanita yang Aktif dan Kuat
Walaupun sudah era modern, karakter perempuan dalam Tokusatsu masih sering jadi karakter pendukung atau ‘pelengkap’. Jarang ada tokoh utama wanita yang memiliki porsi kepahlawanan penuh.
Dari puluhan Kamen Rider utama, hanya beberapa yang perempuan, salah satunya adalah Kamen Rider Tsukuyomi dari Kamen Rider Zi-O, dan itu pun muncul menjelang akhir seri. Dalam Super Sentai, karakter wanita biasanya hanya mendukung tim dan jarang menjadi pemimpin utama.
Bandingkan dengan dunia superhero barat, di mana Wonder Woman, Captain Marvel, hingga Ms. Marvel sudah menjadi tokoh utama sejak awal.
4. Komersialisasi Berlebihan Lewat Mainan
Setiap seri Tokusatsu kini terkesan lebih fokus menjual mainan daripada memperkuat narasi atau karakterisasi. Sering muncul banyak bentuk transformasi (form change) hanya agar bisa dijual dalam bentuk merchandise.
Dalam Kamen Rider Saber (2020), tokoh utama memiliki belasan bentuk transformasi dengan gimmick buku ajaib. Banyak penggemar menyebut cerita jadi membingungkan karena terlalu banyak item dan kurang fokus pada konflik utama. Dalam laporan tahunan Bandai (perusahaan mainan), penjualan mainan Kamen Rider mencapai lebih dari 30 miliar yen, menunjukkan betapa besarnya orientasi bisnis dalam penulisan cerita.
5. Kurangnya Eksplorasi Budaya Lokal di Luar Jepang
Walau Tokusatsu populer secara global, ceritanya masih sangat terpusat pada Jepang, baik dari sisi budaya, lokasi, maupun karakter. Padahal ini bisa jadi kesempatan untuk memperluas cakupan cerita dan mendekatkan diri pada audiens internasional.
Hanya beberapa contoh luar Jepang yang pernah muncul seperti syuting Super Sentai di Bali, atau kerja sama Indonesia lewat BIMA Satria Garuda. Namun ini masih langka. Bandingkan dengan Marvel yang berani menghadirkan latar di Wakanda (Afrika), Inggris, India, dan bahkan Jakarta (di The Falcon and the Winter Soldier).
Tokusatsu Harus Berani Berevolusi
Tokusatsu punya tempat khusus di hati banyak penonton. Tapi untuk bisa tetap relevan di era global saat ini, perlu ada keberanian untuk berubah, tidak hanya dari sisi visual, tapi juga dari isi cerita, representasi karakter, dan jangkauan budaya. Tokusatsu tidak boleh hanya jadi tontonan anak-anak, tapi bisa berkembang menjadi tontonan berkualitas untuk semua umur, seperti superhero barat atau drama Korea modern.**Gareng.jr
Referensi:
-
Bandai Namco Annual Report 2023
-
Forum Diskusi: Reddit r/KamenRider, Tokunation
-
YouTube: Tsuburaya Official Channel
-
IMDb Reviews Kamen Rider Series
-
Pew Research Pop Culture Trends Asia 2022